Wednesday, August 29, 2018

August 29, 2018

Cerita Porno Dijamu Oleh Saudara Sepupu

Cerita Porno Dijamu Oleh Saudara Sepupu
Kisah ini terjadi pada sepupu sendiri namnay Rani saat itu aku maen kerumah Om Andri dengan berbekal no. rumah aku cari satu persatu dan bertemu nomer yang sesuai, aku masuk ke pintu depan dan mengetuk pintu, kemudian tak lama datang orang yang menghampiri sungguh aku terpana melihat cewek ini cantiknya luar biasa.

“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Andri? nama saya Dodit.”
“Oh.. sebentar yah, Pa.. ini Doditnya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.
Kemudian aku dipersilakan masuk, dan setelah Om Andri keluar dan menyambutku dia pun berkata dengan ramah, “Dodit, papimu barusan sudah nelpon, nanyain apa kamu sudah datang. Ini kenalin, anak Om, namanya Rani, terus anterin Dodit ke kamarnya, kan dia cape, biar dia istirahat dulu, nanti baru deh ngobrol-ngobrol lagi.”
Aku datang ke kota ini karena diterima disalah satu Universitas, dan oleh papi aku disuruh tinggal dirumah Om Andri. Rani ternyata baru kelas 1 SMA. Dia anak tunggal. Badannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 165 cm, tapi mukanya sangat lucu, dengan bibir yang agak penuh. Di sini aku diberi kamar di lantai 2, bersebelahan dengan kamar Rani.


Aku sekarang sudah 3 bulan tinggal di rumah Om Andri, dan karena semuanya ramah, aku jadi betah. Lebih lagi Rani. Kadang-kadang dia suka tanya-tanya pelajaran sekolah, dan aku berusaha membantu. Aku sering mencuri-curi untuk memperhatikan Rani.
Kalau di rumah, dia sering memakai daster yang pendek hingga pahanya yang putih mulus menarik perhatianku. Selain itu buah dadanya yang baru mekar juga sering bergoyang-goyang di balik dasternya. Aku jadi sering membayangkan betapa indahnya badan Rani seandainya sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Suatu hari pulang kuliah sesampainya di rumah ternyata sepi sekali. Di ruang keluarga ternyata Rani sedang belajar sambil tiduran di atas karpet.

“Sepi sekali, sedang belajar yah? Tante kemana?” tanyaku.
“Eh.. Dodit, iya nih, aku minggu depan ujian, nanti aku bantuin belajar yah.., Mami sih lagi keluar, katanya sih ada perlu sampai malem.”
“Iya deh, aku ganti baju dulu.”
Kemudian aku masuk ke kamarku, ganti dengan celana pendek dan kaos oblong. Terus aku tidur-tiduran sebentar sambil baca majalah yang baru kubeli. Tidak lama kemudian aku keluar kamar, lapar, jadi aku ke meja makan.
Terus aku teriak memanggil Rani mengajak makan bareng. Tapi tidak ada sahutan. Dan setelah kutengok ke ruang keluarga, ternyata Rani sudah tidur telungkup di atas buku yang sedang dia baca, mungkin sudah kecapaian belajar, pikirku. Nafasnya turun naik secara teratur. Ujung dasternya agak tersingkap, menampakkan bagian belakang pahanya yang putih. Bentuk pantatnya juga bagus.
Memperhatikan Rani tidur membuatku terangsang. Aku merasa kemaluanku mulai tegak di balik celana pendek yang kupakai. Tapi karena takut ketahuan, aku segera ke ruang makan. Tapi nafsu makanku sudah hilang, maka itu aku cuma makan buah, sedangkan otakku terus ke Rani. Kemaluanku juga semakin berdenyut.
Akhirnya aku tidak tahan, dan kembali ke ruang keluarga. Ternyata posisi tidur Rani sudah berubah, dan dia sekarang telentang, dengan kaki kiri dilipat keatas, sehingga dasternya tersingkap sekali, dan celana dalam bagian bawahnya kelihatan

Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan berenda, sehingga bulu-bulunya membayang di bawahnya. Aku sampai tertegun melihatnya. Kemaluanku tegak sekali di balik celana pendekku. Buah dadanya naik turun teratur sesuai dengan nafasnya, membuat kemaluanku semakin berdenyut.
Ketika sedang nikmat-nikmat memandangi, aku dengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Om Andri sudah pulang. Aku pun cepat-cepat naik kekamarku, pura-pura tidur.
Dan aku memang ketiduran sampai agak sore, dan aku baru ingat kalau belum makan. Aku segera ke ruang makan dan makan sendirian.
Keadaan rumah sangat sepi, mungkin Om dan Tante sedang tidur. Setelah makan aku naik lagi ke atas, dan membaca majalah yang baru kubeli. Sedang asyik membaca, tiba-tiba kamarku ada yang mengetuk, dan ternyata Rani.
“Dodit, aku baru dibeliin kalkulator nih, entar aku diajarin yah cara makainya. Soalnya rada canggih sih”, katanya sambil menunjukkan kalkulator barunya.
“Wah, ini kalkulator yang aku juga pengin beli nih. Tapi mahal. Iya deh, aku baca dulu manualnya. Entar aku ajarin deh, kayaknya sih tidak terlalu beda dengan komputer”, sahutku.
“Ya sudah, dibaca dulu deh. Rani juga mau mandi dulu sih”, katanya sambil berlalu ke teras atas tempat menjemur handuk. Aku masih berdiri di pintu kamarku dan mengikuti Rani dengan pandanganku. Ketika mengambil handuk, badan Rani terkena sinar matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya dengan jelas di balik dasternya.

Aku jadi teringat pemandangan siang tadi waktu dia tidur. Kemudian sewaktu Rani berjalan melewatiku ke kamar mandi, aku pura-pura sedang membaca manual kalkulator itu. Tidak lama kemudian aku mulai mendengar suara Rani yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil.
Kembali imajinasiku mulai membayangkan Rani yang sedang mandi, dan hal itu membuat kemaluanku agak tegang. Karena tidak tahan sendiri, aku segera mendekati kamar mandi dan mencari cara untuk mengintipnya, dan aku menemukannya.
Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip lewat celah ventilasi kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke celah itu, dan ya Tuhan… aku! Melihat Rani yang sedang menyabuni badannya, mengusap-usap dan meratakan sabun ke seluruh lekuk tubuhnya.
Badannya sangat indah, jauh lebih indah dari yang kubayangkan. Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang kecoklatan, perutnya yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya, pahanya, semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang.Tapi aku tidak berlama-lama mengintipnya, karena selain takut ketahuan, juga aku merasa tidak enak mengintip orang mandi. Aku segera ke kamarku dan berusaha menenangkan perasaanku yang tidak karuan.
Malamnya sehabis makan, aku dan Om Andri sedang mengobrol sambil nonton TV, dan Om Andri bilang kalau besok mau keluar kota dengan istrinya seminggu. Dia pesan supaya aku membantu Rani kalau butuh bantuan. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Tidak lama kemudian Rani mendekati kita.
“Dodit, tolongin aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian, ayo!” katanya sambil menarik-narik tanganku. Aku mana bisa menolak. Aku pun mengikuti Rani berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Andri yang senyum-senyum melihat Rani yang manja.
Beberapa menit kemudian kita sudah terlibat dengan soal-soal yang memang butuh konsentrasi. Rani duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku bersemangat sekali mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada Rani kelihatan dari dasternya yang longgar.
Aku lihat Rani tidak pakai beha. Kemaluanku berdenyut-denyut, tegak di balik celana dan kelihatan menonjol. Aku merasa bahwa Rani tahu kalau aku suka curi melihat buah dadanya, tapi dia tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin terbuka sampai aku bisa melihat putingnya.
Karena sudah tidak tahan, sambil pura-pura menjelaskan soal aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel ke punggungnya. Rani pasti juga bisa merasakan kemaluanku yang tegak. Rani sekarang cuma diam saja dengan muka menunduk.

“Rani, kamu cantik sekali..” kataku dengan suara yang sudah bergetar, tapi Rani diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi makin berani mengusap-usap pundaknya yang terbuka, karena tali dasternya sangat kecil.
Sementara kemaluanku semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku pun semakin turun ke arah dadanya. Aku merasa nafas Rani sudah memburu seperti suara nafasku juga. Aku jadi semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai kepinggiran buah dada, tiba-tiba tangan Rani mencengkeram dan menahan tanganku. Mukanya mendongak kearahku.
“Dodit aku mau diapain..” Rintihnya dengan suara yang sudah bergetar. Melihat mulutnya yang setengah terbuka dan agak bergetar-getar, aku jadi tidak tahan lagi. Aku tundukkan muka, kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang sangat hangat, kenyal, dan basah.
Aku pun melumat bibirnya dengan penuh perasaan, dan Rani membalas ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku. Dengan pelan-pelan badan Rani aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan denganku. Dan masih sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan gemas. Buah dadanya keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah ke dalam mulutnya, dan mengait-ngait lidahnya, membuat nafas Rani semakin memburu, dan tangannya mulai mengusap-usap punggungku. Tanganku pun tidak tinggal diam, mulai turun ke arah pinggulnya, dan kemudian dengan gemas mulai meremas-remas pantatnya. Pantatnya sangat empuk.
Aku remas-remas terus dan aku semakin rapatkan kebadanku hingga kemaluanku terjepit perutnya. Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas pundaknya. Dengan gemetar tali dasternya kuturunkan dan dasternya turun ke bawah dan teronggok di kakinya.
Kini Rani tinggal memakai celana dalam saja. Aku memeluknya semakin gemas, dan ciumanku semakin turun. Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat lehernya, dan Rani mulai mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang kepalaku.
Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku renggangkan pelukanku. Aku pandangi badannya yang setengah telanjang. Buah dadanya bulat sekali dengan puting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya.

Dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Rani mengerang lagi lebih keras sambil mendongakkan kepalanya, dan menekan pantat dan dadanya ke arahku. Nafsuku semakin naik. Aku ciumi susunya dengan ganas, putingnya aku mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah aku mainkan dengan tanganku.
“Aduuhh.. aahh.. aahh”, Rani semakin merintih-rintih ketika dengan gemas putingnya aku gigit-gigit sedikit. Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Tangan Rani kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap kulit punggungku.
“Doditii.. aahh.. baju kamu dibuka dong.. aahh..” Akupun mengikuti keinginannya. Tapi selain baju, celana juga kulepas, hingga aku juga cuma pakai celana dalam. Mulutnya kembali kucium dan tanganku memainkan susunya.
Penisku semakin keras karena Rani menggesek-gesekkan pinggulnya sembari mengerang-erang. Tanganku mulai menyelinap ke celana dalamnya. Bulu kemaluannya aku usap-usap, dan kadang aku garuk-garuk.
Aku merasa vaginanya sudah basah ketika jariku sampai ke mulut vaginanya. Dan ketika tanganku mulai mengusap clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar. Mulutnya mengisap mulutku dengan keras.
Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama semakin kencang, dan semakin kencang. Pantat Rani ikut bergoyang, dan semakin rapat menekan, sehingga penisku semakin berdenyut. Sementara clitorisnya masih aku putar-putar, jariku yang lain juga mengusap bibir vaginanya.
Rani menggelinjang semakin keras, dan pada saat tanganku mengusap semakin kencang, tiba-tiba tanganku dijepit dengan pahanya,dan badan Rani tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahh aahh Doditii.. adduuuhh aahh aahh aahh”,
Dan setelah beberapa saat akhirnya jepitannya berangsur semakin mengendur. Tapi mulutnya masih mengerang-erang dengan pelan.
“Dod.. aku boleh yah pegang punya kamu”, tiba-tiba bisiknya di kupingku. Aku yang masih tegang sekali merasa senang sekali.
“Iyaa.. boleh..” bisikku. Kemudian tangannya kubimbing ke celana dalamku.
“Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku. Terasa nikmat sekali. Rani juga terangsang lagi, karena sambil mengusap-usap kepala penisku, mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian mulutnya kucium lagi dengan ganas. Dan penisku mulai di genggam dengan dua tangannya, di urut-urut dan cairan pelumas yang keluar diratakan keseluruh batangku.
Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai dikocok-kocok, semakin lama semakin kencang, dan pantatnya juga ikut digesekkan kebadanku. Tidak lama kemudian aku merasa badanku bergetar, terasa ada aliran hangat di seluruh tubuhku, aku merasa aku sudah hampir orgasme.
“Raannniii.. aku hampir keluar..” bisikku yang membuat genggamannya semakin erat dan kocokannya makin kencang.

“Aahh.. Ranniii.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku memancar cairan yang menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak. Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Rani tidak berhenti mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis oleh tangannya.
Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya membuat Rani semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat lagi sampai aku merasa lemas sekali.
Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di lantai. Dan tangan Rani berlumuran spermaku ketika dikeluarkan dari celana dalamku. Kita berpandangan, dan bibirnya kembali kukecup, sedangkan tangannya aku bersihkan pakai tissue. Dan secara kebetulan aku melihat ke arah jam.
“Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam sekali nih, aku ke kamarku dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku sembari berharap mudah-mudahan suara desahan kita tidak sampai ke kuping orang tuanya. Setelah Rani mengangguk, aku bergegas menyelinap ke kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak sekali.
Pagi itu aku bangun kesiangan, seisi rumah rupanya sudah pergi semua. Aku pun segera mandi dan berangkat ke kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat, pikiranku tidak bisa konsentrasi sedikit pun, yang kupikirkan cuma Rani.
Aku pulang ke rumah sekitar jam 3 sore, dan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku sedang nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Rani keluar dari kamarnya, sudah berpakaian rapi. Dia mendekat dan mukanya menunduk.
“Dodit, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara, sebentar yah aku ganti baju dulu” jawabku, dan aku buru-buru ganti baju dengan jantung berdebaran. Setelah siap, aku pun segera mengajaknya berangkat. Rani menyarankan agar kita pergi dengan mobilnya.
Aku segera mengeluarkan mobil, dan ketika Rani duduk di sebelahku, aku baru sadar kalau dia pakai rok pendek, sehingga ketika duduk ujung roknya makin ke atas. Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas melirik kepahanya.
Sesampainya di bioskop, aku beranikan memeluk pinggangnya, dan Rani tidak menolak. Dan sewaktu mengantri di loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Rani merasa penisku sudah tegang karena menempel di pantatnya.
Rani meremas tanganku dengan kuat. Kita memesan tempat duduk paling belakang, dan ternyata yang menonton tidak begitu banyak, dan di sekeliling kita tidak ditempati. Kami segera duduk dengan tangan masih saling meremas.

Tangannya sudah basah dengan keringat dingin, dan mukanya selalu menunduk. Ketika lampu mulai dipadamkan, aku sudah tidak tahan, segera kuusap mukanya, kemudian kudekatkan ke mukaku, dan kita segera berciuman dengan gemasnya.
Lidahku dan lidahnya saling berkaitan, dan kadang-kadang lidahku digigitnya lembut. Tanganku segera menyelinap ke balik bajunya. Dan karena tidak sabar, langsung saja kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang sebelah kiri aku remas dengan gemas.
Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh Rani. Tanganku pun semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya, begitu terus, kemudian pindah ke susu yang kanan, dan Rani mulai mengerang di dalam mulutku, sementara penisku semakin meronta menuntut sesuatu.
Kemudian tanganku mulai mengelus pahanya, dan kuusap-usap dengan arah semakin naik ke atas, ke pangkal pahanya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga sambil berciuman, di keremangan cahaya, aku bisa melihat celana dalamnya.

Dan ketika tanganku sampai di selangkangannya, mulut Rani berpindah menciumi kupingku sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah. Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan mulai memainkan clitorisnya.
Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh perasaan, kemudian kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba tangannya mencengkram tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku, sedangkan kupingku digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya tersentak-sentak beberapa saat.
“Dodit.. aduuuhh.. aku tidak tahan sekali.. berhenti dulu yaahh.. nanti di rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun segera mencabut tanganku dari selangkangannya.
“Dodit.. sekarang aku mainin punya kamu yaahh..” katanya sambil mulai meraba celanaku yang sudah menonjol. Kubantu dia dengan kubuka ritsluiting celana, kemudian tangannya menelusup, merogoh, dan ketika akhirnya menggenggam penisku, aku merasa nikmat luar biasa. Penisku ditariknya keluar celana, sehingga mengacung tegak.
“Dodit.. ini sudah basah.. cairannya licin..” rintihnya di kupingku sambil mulai digenggam dengan dua tangan. Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang kanan ujung penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan cairannya.

“Rani.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi. Aku merasa penisku sudah keras sekali. Rani meremas dan mengurut penisku semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah hampir keluar.
Aku bingung sekali karena takut kalau sampai keluar bakal muncrat kemana-mana.
“Rani.. aku hampir keluar nih.., berhenti dulu deh..” kataku dengan suara yang tidak yakin, karena masih keenakan.
“Waahh.. Rani belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku gemes..” rengeknya.
“Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja yuk..!” ajakku, dan ketika Rani mengangguk setuju, segera kurapikan celanaku, juga pakaian Rani, dan segera kita keluar bioskop meskipun filmnya belum selesai. Di mobil tangan Rani kembali mengusap-usap celanaku.
Dan aku diam saja ketika dia buka ritsluitingku dan menelusupkan tangannya mencari penisku. Aduh, rasanya nikmat sekali. Dan penisku makin berdenyut ketika dia bilang, “Nanti aku boleh yah nyiumin ininya yah..” Aku pengin segera sampai kerumah.
Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan sambil berpelukan erat-erat. Sewaktu Rani membuka pintu rumah, dia kupeluk dari belakang, dan kuciumi samping lehernya. Tanganku sudah menyingkapkan roknya ke atas, dan tanganku meremas pinggul dan pantatnya dengan gemas.
Rani kubimbing ke ruang keluarga. Sambil berdiri kuciumi bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia membalas dengan sama gemasnya. Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman. Sambil melepas bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha.
Dengan tak sabar behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir celana dalamnya juga kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.
Badannya yang telanjang kupeluk erat-erat. Ini pertama kalinya aku memeluk seorang gadis dengan telanjang bulat. Dan gadis ini adalah Rani yang sering aku impikan tapi tidak terbayangkan untuk menyentuhnya. Semuanya sekarang ada di depan mataku.

Kemudian tangan Rani juga melepaskan bajuku, kemudian celana panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Rani melakukannya sambil memeluk badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera meloncat keluar dan menekan perutnya.
Uuuhh, rasanya nikmat sekali ketika kulit kita yang sama-sama telanjang bersentuhan, bergesekan, dan menempel dengan ketat. Bibir kita saling melumat dengan nafas yang semakin memburu.
Tanganku meremas pantatnya, mengusap punggungnya, mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan bergantian. Tangan Rani juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan Rani bergelinjangan, dan dari mulutnya keluar rintihan yang semakin membangkitkan birahiku. Karena rumah memang sepi, kita jadi mengerang dengan bebas.

Kemudian sambil tetap meremasi penisku, Rani mulai merendahkan badannya, sampai akhirnya dia berlutut dan mukanya tepat di depan selangkanganku. Matanya memandangi penisku yang semakin keras di dalam genggamannya, dan mulutnya setengah terbuka.
Penisku terus dinikmati, dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak. Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala penisku. Aku melihatnya dengan gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak ketika akhirnya bibirnya mengecup kepala penisku.
Tangannya masih menggenggam pangkal penisku, dan mengelusnya pelan-pelan. Mulutnya mulai mengecupi kepala penisku berulang-ulang, kemudian memakai lidahnya untuk meratakan cairan penisku. Lidahnya memutar-mutar, kemudian mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap memutari kepala penisku.
Aku semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong penisku sampai terbenam kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya. Rasanya nikmat sekali. Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju mundurkan di dalam mulutnya.

Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang kepalanya aku tekan-tekan agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya dan lidahnya yang melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak tahan. Apalagi sewaktu Rani melakukannya semakin cepat, dan semakin cepat, dan semakin cepat.
Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau muncrat, segera kutarik penisku dari mulutnya. Tapi Rani menahannya dan tetap menghisap penisku. Maka aku pun tidak bisa menahan lebih lama lagi, spermaku muncrat di dalam mulutnya dengan rasa nikmat yang luar biasa. Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan menyedot penisku sampai spermaku muncrat berkali-kali.

Badanku sampai tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun spermaku sudah habis, mulut Rani masih terus menjilat. Akupun akhirnya tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dengan nafas sama-sama tersengal-sengal kita berbaring di karpet dengan mata terpejam.
“Thanks ya Ran, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.

“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup, matanya juga, kemudian bibirnya. Mataku memandangi tubuhnya yang terbaring telanjang, alangkah indahnya. Pelan-pelan kuciumi lehernya, dan aku merasa nafsu kami mulai naik lagi.
Kemudian mulutku turun dan menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan tanganku mulai meremas susu yang kiri. Rani mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat mulut dan tanganku tambah gemas memainkan susu dan putingnya.
Aku terus menciumi untuk beberapa saat, dan kemudian pelan-pelan aku mulai mengusapkan tanganku keperutnya, kemudian ke bawah lagi sampai merasakan bulu kemaluannya, kuelus dan kugaruk sampai mulutnya menciumi kupingku.

Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang. Kemudian sambil mulutku terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan clitorisnya yang sudah mulai terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan ke seluruh permukaan vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris dan vaginanya, membuat Rani semakin menggelinjang dan mengerang. clitorisnya kuputar-putar terus, juga mulut vaginanya bergantian.
“Ahh.. Doditii.. aahh.. terusss… aahh.. sayaanggg..” mulutnya terus meracau sementara pinggulnya mulai bergoyang-goyang. Pantatnya juga mulai terangkat-angkat. Aku pun segera menurunkan kepalaku ke arah selangkangannya, sampai akhirnya mukaku tepat di selangkangannya.

Kedua kakinya kulipat ke atas, kupegangi dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga vagina dan clitorisnya terbuka di depan mukaku. Aku tidak tahan memandangi keindahan vaginanya. Lidahku langsung menjulur dan mengusap clitoris dan vaginanya.

Cairan vaginanya kusedot-sedot dengan nikmat. Mulutku menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan lidahku kuselip-selipkan ke lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus begitu, sampai pantatnya terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku sampai aku terbenam di selangkangannya.
Aku jilati terus, clitorisnya kuputar dengan lidah, kuhisap, kusedot, sampai Rani meronta-ronta. Aku merasa penisku sudah tegak kembali, dan mulai berdenyut-denyut.

“Doditi.. aku tidak tahan.. aduuhh.. aahh.. enaakk sekaliii.. ” rintihnya berulang-ulang.
Mulutku sudah berlumuran cairan vaginanya yang semakin membuat nafsuku tidak tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya. Sekarang giliran penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil aku duduk mengangkang juga.
Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka. Rasanya nikmat sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Rani juga merasakan hal yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan menekan penisku digeser-geserkan di clitorisnya.
“Raniii.. aahh.. enakkk.. aahh..”
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”

Kita saling merintih. Kemudian karena penisku semakin gatal, aku mulai menggosokkan kepala penisku ke mulut vaginanya. Rani semakin menggelinjang. Akhirnya aku mulai mendorong pelan sampai kepala penisku masuk ke vaginanya.
“Aduuuhh.. Doditi.. saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..” rintihnya
“Tahan dulu sebentar… Nanti juga hilang sakitnya..” kataku membujuk
Kemudian pelan-pelan penisku aku keluarkan, kemudian kutekan lagi, kukeluarkan lagi, kutekan lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam sampai masuk hampir setengahnya. Mulut Rani sampai terbuka tapi sudah tidak bisa bersuara.

Punggungnya terangkat dari karpet menahan desakan penisku. Kemudian pelan-pelan kukeluarkan lagi, kudorong lagi, kukeluarkan lagi, terus sampai dia tenang lagi. Akhirnya ketika aku mendorong lagi kali ini kudorong sampai amblas semuanya ke dalam.

Kali ini kita sama-sama mengerang dengan keras. Badan kita berpelukan, mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya menjepit pinggangku dengan keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah mentok ke dinding vaginanya. Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk beberapa saat lamanya.
Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita sama-sama merasakan keenakan yang tiada taranya. Setelah itu pantatnya sedikit demi sedikit mulai bergoyang, maka aku pun mulai menggerakkan penisku pelan-pelan, maju, mundur, pelan, pelan, semakin cepat, semakin cepat, dan goyangan pantat Rani juga semakin cepat.
“Doditi.. aduuuhh.. aahh.. teruskan sayang.. aku hampir niihh..” rintihnya.
“Iya.. nihh.. tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng ajaa..” kataku sambil terus menggerakkan penis semakin cepat. Tanganku juga ikut meremasi susunya kanan dan kiri. Penisku semakin keras, kuhunjam-hunjamkan ke dalam vaginanya sampai pantatnya terangkat dari karpet. Dan aku merasa vaginanya juga menguruti penisku di dalam.

Penisku kutarik dan kutekan semakin cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat.. dannn..”Raaniii.. aku mau keluar niihh..””Iyaa.. keluarin saja.. Rani juga keluar sekarang niiihh.”
Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut dengan pantat Rani yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding vaginanya dengan keras. Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras sehingga penisku makin mentok, tangannya mencengkeram punggungku. Vaginanya berdenyut-denyut. Spermaku memancar, muncrat dengan sebanyak-banyaknya menyirami vaginanya.
“aahh… aahh.. aahh..” kita sama-sama mengerang, dan vaginanya masih berdenyut, mencengkeram penisku, sehingga spermaku berkali-kali menyembur. Pantatnya masih juga berusaha menekan-nekan dan memutar sehingga penisku seperti diperas.

Kita orgasme bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya tidak akan berakhir. Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih menjepit pahaku erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku dengan enaknya sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa sedikitpun.
“aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi selain mengerang-erang keenakan.

Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Rani dengan penis masih di dalam vaginanya. Kita saling berciuman lagi untuk beberapa saat sambil saling membelai. Kuciumi terus sampai akhirnya aku menyadari kalau Rani sedang menangis.
Tanpa berbicara kita saling menghibur. Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena penisku. Dan ketika penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang mengalir darah yang bercampur dengan spermaku. Kita terus saling membelai, dan Rani masih mengisak di dadaku, sampai akhirnya kita berdua tertidur kelelahan dengan berpelukan.

Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan kulihat Rani masih terlelap di sampingku masih telanjang bulat. Segera aku bangun dan kuselimuti badannya pelan-pelan. Kemudian aku segera ke kamar mandi, kupikir shower dengan air hangat pasti menyegarkan.

Aku membiarkan badanku diguyur air hangat berlama-lama, dan memang menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi sekitar 20 menit, ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh punggungku. Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan. Ternyata Rani sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa kuketahui. Tangannya memelukku dari belakang, dan badannya merapat di punggungku.
“Aku ikut mandi yah..?” katanya.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap tangannya yang ada di dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa kaget. Sambil tetap memelukku dari belakang, Rani mengambil sabun dan mulai mengusapkannya di dadaku.

Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga merasakan susunya yang menekan punggungku. Usapan tangan Rani mulai turun ke arah perutku, dan penisku mulai berdenyut dan berangsur menjadi keras. Tidak lama kemudian tangan Rani sampai di selangkanganku dan mulai mengusap penisku yang semakin tegak.
Sambil menggenggam penisku, Rani mulai menciumi belakang leherku sambil mendesah-desah, dan badannya semakin menekan badanku. Selangkangan dan susunya mulai digesek-gesekkan ke pantat dan punggungku, dan tangannya yang menggenggam penisku mulai meremas-remas dan digerakkan ke pangkal dan kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.
“Raniii oohh.. nikmat sekali sayang.”
“Doditii uuuhh”, erangnya sambil lidahnya semakin liar menciumi leherku. Aku yang sudah merasa gemas sekali segera menarik badannya, dan sekarang posisi kita berbalik. Aku sekarang memeluk badannya dari belakang, kemudian pahanya kurenggangkan sedikit, dan penisku diselinapkan di antara pahanya, dan ujungnya yang nongol di depan pahanya langsung di pegang lagi oleh Rani.

Tangan kiriku segera meremasi susunya dengan gemas sekali, dan tangan kananku mulai meremasi bulu kemaluannya. Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh clitorisnya, Rani pun mengerang semakin keras dan pahanya menjepit penisku, dan pantatnya mulai bergerak-gerak yang membuat aku semakin merasa nikmat. Mukanya menengok ke arahku, dan mulutnya segera kuhisap dengan keras. Lidah kami saling membelit, dan jari tanganku mulai mengelusi clitorisnya yang semakin licin. Kepala penisku juga mulai dikocok-kocok dengan lembut.

“Rani aku tidak tahan nih aduuuhh.”
“Iya Dod.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.”
Badan Rani segera kubungkukkan, dan kakinya kurenggangkan. Aku segera mengarahkan dan menempelkan ujung penisku ke arah bibir vaginanya yang sudah menganga lebar menantang.
“Dodit.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.”
Aku yang sudah gemas sekali segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung amblas semua sampai ke dasar vaginanya. Rani menjerit keras sekali. Mukanya sampai mendongak.
“aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku yang sudah tidak sabar mulai menggerakkan penisku maju mundur, kuhunjam-hunjamkan dengan kasar yang membuat Rani semakin keras mengerang-erang. Susunya aku remas-remas dengan dua tanganku.

Tidak lama kemudian Rani mulai menikmati permainan kita, dan mulai menggoyangkan pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku. Aku menjadi semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak dasar vaginanya.

Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku juga menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan kuat sekali. Tapi tiba-tiba Rani melepaskan diri.
“hh sekarang giliranku aku sudah hampir sampai.” katanya. Kemudian aku disuruh duduk selonjor di lantai di antara kaki Rani yang mulai menurunkan badannya. Penisku yang mengacung ke atas mulai dipegang Rani, dan di arahkan ke bibir vaginanya.

Tiba-tiba Rani menurunkan badannya duduk di pangkuanku sehingga penisku langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita sama-sama mengerang dengan keras, dan mulutnya yang masih menganga kuciumi dengan gemas.
Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama makin keras. Rani melakukannya dengan ganas sekali. Pantatnya juga diputar-putar sehingga aku merasa penisku seperti dipelintir.
“Doditi.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr, uuuhh…” Erangnya sambil terus menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku beralih dari mulutnya ke susunya yang bulat sekali. Putingnya kugigit-gigit, dan lidahku berputar menyapu permukaan susunya.
Susunya kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras, membuat gerakan Rani semakin liar. Tidak lama kemudian Rani menghunjamkan pantatnya dengan keras sekali dan terus menekan sambil memutar pantatnya.
“Sekaranggg aahh sekaranggg Dodit, sekaranggg”, Rani berteriak-teriak sambil badannya berkelojotan. Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi mulutku, dan tangannya memelukku sangat keras. Rani orgasme selama beberapa detik, dan setelah itu ketegangan badannya berangsur mengendur.
“Dod, makasih yah.., sekarang aku pengin ngisep boleh yah..?” katanya sambil mengangkat pantatnya sampai penisku lepas dari vaginanya. Rani kemudian menundukkan mukanya dan segera memegang penisku yang sangat keras, berdenyut, dan ingin segera memuntahkan air mani.

Mulutnya langsung menelan senjataku sampai menyentuh tenggorokannya. Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku yang tidak muat di mulutnya. Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan penisku. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Ujung penisku yang sudah sampai di tenggorokannya masih aku dorong-dorong.
Tanganku juga ikut mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari penisku yang ada dalam mulutnya. “Raniii isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg sekarangg.. issaapp..”, Rani yang merasa penisku hampir menyemburkan sperma semakin menyedot dengan kuat.

Dan…”aahh.. sekaranggg.. sekaranggg.. issaappp..” spermaku menyembur dengan deras berkali-kali dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan. Rani dengan rakusnya menelan semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada di dalam penis sampai habis.
Rani terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin nikmat. Dan setelah selesai, Rani masih juga menjilati penisku, spermaku yang sebagian tumpah juga masih di jilati.
Kemudian setelah beristirahat beberapa saat, kami pun meneruskan mandi sambil saling menyabuni. Setiap lekuk tubuhnya aku telusuri. Dan aku pun semakin menyadari bahwa badannya sangat indah. Setelah itu kami tidur berdua sambil terus berpelukan.

Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata Rani sudah berpakaian rapi, dan dia cantik sekali. Dia mengenakan rok mini dan baju tanpa lengan yang serasi dengan kulitnya yang halus. Dia mengajakku belanja ke Mall karena persediaan makanan memang sudah habis. Maka aku pun segera mandi dan bersiap-siap.
Di perjalanan dan selama berbelanja kita saling memeluk pinggang. Siang itu aku menikmati jalan berdua dengannya. Kita belanja selama beberapa jam, kemudian kita mampir ke sebuah Café untuk makan siang.
Di dalam mobil dalam perjalanan pulang kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari masalah pelajaran sekolah sampai hal-hal yang ringan. Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu, Rani tertawa sampai terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai kakinya terangkat-angkat.
Dan itu membuat roknya yang pendek tersingkap. Aku pun sembari menyetir, karena melihat pemandangan yang indah, meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Rani, bercanda.

“Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun sama-sama tersenyum. Mengusap-usap paha Rani memang memberi sensasi tersendiri, sampai aku merasa penisku menjadi tegang sendiri.
“Dodit.. sudah kamu nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah bangun.. pingin lagi yah? Rani jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Rani menggodaku. Aku cuma senyum menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya lagi.

“Dodit, bajunya dikeluarin dong dari celana, biar tanganku ketutupan. Dipegang yah?” Aku semakin nyengir mendengarnya. Tapi karena memang kepingin, dan memang lebih aman begitu dari pada aku yang meneruskan aksiku.

Sambil menyetir aku pun mengeluarkan ujung bajuku dari celanaku. Kemudian tanpa menunggu, tangan Rani langsung menyelinap ke balik bajuku, ke arah selangkanganku. Tangannya mencari-cari penisku yang semakin tegang.
“Ati-ati, masih siang nih, kalau ada orang nanti tangan kamu ditarik yah!” kataku. Rani diam saja, dan kemudian tersenyum ketika tangannya menemukan apa yang dicari-cari. Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang masih di dalam celana.

Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut. Karena terangsang juga, Rani mulai berusaha membuka ritsluiting celanaku, dan kemudian menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala penisku. Cairan pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang penisku.
“Dodit.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai kamu keluar dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera merasakan apa yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai di rumah, dan segera mencumbunya.
Tapi harapan kita ternyata tidak segera terwujud karena sesampainya di rumah, ternyata orang tua Rani sudah pulang. Kita cuma saling berpandangan dan tersenyum kecewa.
“Eh, sudah pada pulang yah..” Rani menyapa mereka.

“Iya nih, ada perubahan acara mendadak. Makanya sekarang cape banget. Nanti malem ada undangan pesta, makanya sekarang mau istirahat dulu. Kamu masak dulu saja ya sayang.. sudah belanja kan?” kata maminya Rani.
“Iya deh, sebentar Rani ganti baju dulu. Eh, Dodit, katanya kamu pengin belajar masak, ayo, sekalian bantuin aku”, kata Rani sambil tersenyum penuh arti. Aku cuma mengiyakan dan ke kamarku ganti pakaian dengan celana pendek dan T-shirt.

Kemudian aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan memasukkannya ke lemari es. Tidak lama kemudian Rani menyusul ke dapur. Dia pun sudah berganti pakaian, dan sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga ikut-ikutan menyiapkan bahan makanan dan Rani mulai mengajariku memasak.
“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang ngebantuin..” kata Rani.

“Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah yah, Mami mau coba istirahat saja”, kata Maminya Rani sambil keluar dari dapur. Aku yang sedang memotongi sayuran cuma tersenyum. Setelah beberapa saat, Rani tiba-tiba memelukku dari belakang, tangannya langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan memegang penisku yang masih tidur.
“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Rani bangunin yah?” tangannya dikeluarkan kemudian Rani mengambil salad dressing yang ada di depanku, masih sambil merapatkan badannya dari belakangku. Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan langsung menyelinap lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang langsung menegang. Sambil merapatkan badannya, susunya menekan punggungku, Rani mulai meremasi penisku dengan dua tangannya.
Nikmat yang aku rasakan sangat luar biasa. Aku segera melingkarkan tangan ke belakang, meremas pantatnya yang bulat itu. Tanganku aku turunkan sampai ke ujung dasternya, kemudian kusingkapkan ke atas sambil meremas pahanya dengan gemas.

Ketika sampai di pangkal pahanya, aku baru menyadari kalau Rani ternyata sudah tidak memakai celana dalam. Maka tanganku menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan kemudian menelusuri pahanya ke depan sampai ke selangkangannya.
Jari-jariku segera membuka belahan vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya yang sudah sangat basah terkena cairan yang semakin banyak keluar dari vaginanya. Tangan Rani juga semakin liar meremas, meraba dan mengocok penisku.

“Rani.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah tidur..” kataku berbisik karena merasa agak tidak aman. Rani kemudian melepaskan pegangannya dan keluar dapur.
Tidak lama kemudian Rani kembali dan bilang semuanya sudah tidur. Aku segera memeluk Rani yang masih ada di pintu dapur, kemudian pelan-pelan pintu kututup dan Rani kupepet ke dinding. Kita berciuman dengan gemasnya dan tangan kita langsung saling menelusup dan memainkan semua yang ditemui.

Penisku langsung ditarik keluar oleh Rani dan aku segera menyingkap dasternya ke atas, kemudian kaki kirinya kuangkat ke pinggulku, dan selangkangannya yang menganga langsung kuserbu dengan jari-jariku.
Tangan Rani menuntun penisku ke arah selangkangannya, menyentuhkan kepala penisku ke belahan vaginanya dan terus-terusan menggosok-gosokkannya. Untuk mencegah agar Rani tidak mengerang, mulutnya terus kusumbat dengan mulutku.

Kemudian karena sudah tidak tahan, aku segera mengarahkan penisku tepat ke mulut vaginanya, dan menekan pelan-pelan, terus ditekan, terus ditekan sampai seluruh batangnya amblas. Kaki Rani satunya segera kuangkat juga ke pinggangku, sehingga sekarang dua kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding.
Kita saling mengadu gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Rani berusaha menggoyang-goyangkan pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan terasa meremasi batang penisku. Tidak lama kemudian aku merasa Rani hampir orgasme.
Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin tegang dan isapan mulutnya di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa Rani orgasme. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku merasa seperti diurut-urut dan aku juga merasa hampir mencapai orgasme.

Setelah orgasme, gerakan Rani tidak liar lagi, dia cuma mengikuti gerakan pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan penisku dan mendesakkan badannya ke dinding.
Kemudian sementara penisku masih di dalam dan kaki Rani masih di pinggangku, aku melangkah ke arah meja dapur dan duduk di salah satu kursi, sehingga sekarang Rani ada di pangkuanku dengan punggung menyandar di meja dapur.
Selama beberapa saat kita cuma berdiam diri saja. Rani masih menikmati sisa kenikmatan orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam vaginanya. Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati melihat Rani ada di pangkuanku.

Tanganku mengusap-usap pahanya dan menyingkapkan dasternya ke atas sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling menempel. Belahan vaginanya kubuka dan aku melihat pemandangan yang sangat indah.
Penisku hanya kelihatan pangkalnya karena seluruh batangnya masih di dalam vagina Rani, dan di atasnya aku melihat clitorisnya yang sangat basah. Jari-jariku mulai mengusap-usap clitorisnya sampai Rani mulai mendesis-desis lagi, dan pantatnya mulai bergerak lagi, berputar dan mendesakkan penisku menjadi semakin masuk.
Aku merasa vaginanya mulai berdenyutan lagi meremas-remas penisku. Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya kupelintir dan kucubit-cubit.
Kemudian dasternya kusingkap semakin ke atas sampai aku melihat susunya yang menantangku untuk segera memainkannya. Dengan tak sabar segera susunya yang kiri kulumat dengan mulutku, yang membuat kepala Rani mendongak merasakan kenikmatan itu.

Sambil melumati susunya, lidahku juga memainkan putingnya yang sudah sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga kugigit-gigit kecil dengan gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang bulat.
“Ya Tuhan Doditii aahh aahh”, rintihnya di kupingku, sambil kadang menjilati dan menggigit kupingku.
“Doditi.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh.., terus gitu sayang”, rintihnya dengan gerakan yang semakin liar.
Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat penisku juga seperti dipelintir dengan lembut. Aku pun menuruti dan terus memberikan kenikmatan dengan terus memainkan susunya bergantian yang kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut memainkan puting susunya, sampai Rani tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras dan setelah menghentakkan pantatnya dia memelukku dengan eratnya.

“hh Dodddiii.. hh. hh.” Aku merasakan Rani orgasme untuk kedua kalinya dan lebih hebat dari yang pertama. Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama beberapa detik, dan kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir orgasme. Tapi setelah orgasme, ternyata Rani masih ingat keinginannya untuk menghisap penisku.


“Dodit.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di mulutku saja yah”. Maka setelah turun dari pangkuanku, Rani segera jongkok di depanku dan langsung mengulum penisku. Lidahnya memutari batangnya dan mulutnya menyedot-nyedot membuat aku merasa orgasmeku sudah sangat dekat. Tanganku memegang belakang kepala Rani, dan kutekan agar penisku semakin masuk di mulutnya, kemudian aku juga membantu memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan
“aahh Rani aku keluarrr terus isaappp.. aahh..” dan memang Rani dengan lahapnya terus menghisap spermaku yang langsung berhamburan masuk ke tenggorokannya. Penisku yang masih mengeluarkan sperma terus disedot dan dikenyot-kenyot dan pangkal penisku juga terus-terusan dikocok-kocok. Orgasmeku kali ini kurasakan sangat luar biasa.
Setelah itu kita kembali berciuman, dan kembali meneruskan memasak.
“Dodit.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang bebas sih, entar malem lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma mengangguk.

“Ran, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Rani jadi merinding nih”, kata Rani sambil memperlihatkan bulu-bulu tangannya yang memang berdiri, dan sambil tersenyum aku mengelusi tangannya. Kemudian badannya kupeluk dari belakang dengan lembut. Aku merasa bahagia sekali.
dan pada akhirnya akupun menjalin hubungan dengan rani hingga kuliahku selesai.

August 29, 2018

Cerita Sex Ibu Faida Yang Montok

August 29, 2018

Cerita Porno Kunikmati Tubuh Istri Bosku

August 29, 2018

Cerita dewasa Kuberikan Perawanku

August 29, 2018

Cerita Dewasa Agensi Modeling

Monday, August 27, 2018

August 27, 2018

Cerita Dewasa Ngerasain Memek Gadis Yang Ditinggal Suami

August 27, 2018

Cerita Sex ABG Bermain di Sekolah

August 27, 2018

Cerita Mesum Mety dan Reuni SMA

August 27, 2018

Cerita Sex Kakak Temanku

August 27, 2018

Cerita Sex Perawani Tapi Jangan Hamili Mirna

Sunday, August 26, 2018

August 26, 2018

Suster Cantik Diperkosa Oleh Dokter Riko DiKamar Pasien

Suster Cantik Diperkosa Oleh Dokter Riko DiKamar Pasien
Perkenalkan namaku ayu, saart ini bekerja sebagai seorang suster atau perawat di sebuah rumah sakit yang berada di jawa barat, Kota ini memank kecil dan jarang sekali pasien yang dirawat lama di sini,Kebanyakan mereka dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya,Sebelum kumulai cerita dewasa perselingkuhan saya ini,perlu diketahui tinggi ku 165cm dan berat 48kg,wajahku cukup cantik dengan kulit kuning langsat,ukuran payudara standart,hanya saja bila aku memakai pakaian ketat atau mini,semua mata yang memandang pasti akan nafsu dan teeangsang gairah seksualnya.

Kemudian sebut saja dia dr, Riko, dia lumayan tampan,sudah beristri namun belum dikauruniai anak,mungkin karna dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit,dia juga merupakan idola para suster disini, wibawanya dan tutur bicaranya membuat semua suster selalu menganguminya,kisah dewasa ini terjadi nkira-kira 3 tahun yang lalu,waktu itu aku kebetulan mendapat giliran jaga malam,pada hal besok harinya itu hari libur,karena berdapatan tanggal merah,waktu itu pasien di rumah sakit itu sangat sepi sekali,mungkin karena letaknya juga jauh dari pusat kota,lebih termasuk ke pinggiran kota


Swetelah aku mengecek kamar pasien yang di diami beberapa pasien,,Aku segera saja membereskan pemukuan,setelah itu aku masuk ke dalam ruang perawat dimana biasanya perawat berkumpul,beristirahat,dan juga ganti baju seragamnya,Karena lelah aku duduk sejenak dikursi empuk yang tidak ada tangannya atau pegangan tangannya,entah karena lupa atau karena lelah aku tidak mengunci pintu,Aku melepas sepatu pantovel ku yang sudah membuat kaki ku sangat pegal<aku menyandarkan kepala di kursi,tiba-tiba saja dari belakang ada yang menyentuh pundakku sarakan akan memijitnya,aku kaget dan langsung bangkit dari kursi,dan ternyata…”dr Riko? ucapku kaget..!”capek ya?? habis kerja? tanyanya lembut.. “iya dok, sedikit.” Jawabku. Kemudian dr. Riko duduk di kursi yang aku duduki tadi, aku hanya berdiri diam di depannya, entah kenapa saat dr riko menatapku jantungku berdegub kencang, mungkin suara deguban itu bias terdengar oleh nya. “mau saya pijitin gak, sus?” Tanya nya. “Ah… dokter bisa aja” aku hendak beranjak melangkah, tapi kemudian, tiba-tiba saja tangan ku ditarik oleh dr. riko, dan aku terjatuh tepat dipangkuannya.

Dia memelukku sangat erat dari belakang hingga aku tak bisa melepaskan pelukkannya, namun sebenarnya aku juga senang dengan apa yang ia lakukan itu. Dia mencium leherku dari belakang, desah nafasnya dan ciumannya membuat birahi ku naik. Sesaat dia menciumi leherku, kemudian bibirku pun dia kerjai pula, aku pun tak tinggal diam, ku ladeni ciumannya itu, lidah kami beradu, saling mengulum satu sama lain. Entah setan apa yang merasuki ku malam itu, bagiku semuanya sangatlah indah. Tak terasa tiba-tiba tangannya sudah mulai meraba dada ku, dibukanya kancing seragam suster ku itu, hingga beberapa kancingnya terbuka dan mencuatlah buah dadaku yang masih menggunakan bh, lalu ditariknya keluar payudara dari kurungannya, sesaat dr. riko menelan ludah melihat payudara ku itu. “Ayu… ternyata kamu memiliki dada yang sungguh indah ya?” ucapnya sembari mengusap puting ku. Aku hanya bisa mendesah “ah.. dokter suka ya mainin dada Ayu?” ucapku.

Tanpa menunggu waktu dia langsung mengulum dan menjilati payudara ku dengan penuh nafsu, seperti bayi yang sedang meyusu kepada ibunya. Aku menikmati semuanya, sembari dia terus memainkan dadaku, tangannya mulai bergerak menuju ke bawah perutku, di bukanya kaki ku lebar-lebar, hingga rok mini seragam ku itu pun terangkat ke pahaku, aku mengangkang sembari di pangku dr. Riko, aku masih tetap memunggunginya, dia memainkan jarinya di bibir vaginaku, membuat ku benar-benar melayang, kemudian dia lanjutkan dengan memasukkan jarinya ke dalam vagina ku, di mainkannya vagina ku itu dengan jari-jarinya, sentuhan itu membuat vagina ku mulai basah, tapi rupanya dr. Riko tau kalo aku ingin segera dipuaskan, tiba-tiba saja dia menghentikan perbuatannya. Dia menyuruh ku duduk menghadap dia, aku pun kini seperti berlutut dihadapannya, dibukanya celana dia, nampaklah senjatanya yang sudah berdiri keras, rupanya dia juga ikut terangsang tadi, dia menyuruhku untuk mengulum penisnya, mulanya aku takut, karena ini baru pertama kali buatku, tapi dengan sabar dia menuntunku, yang akhirnya dia pun mulai merasakan hisapan-hisapan mulutku, aku jilat dan ku sedot penisnya itu hingga basah.

Kemudian tiba-tiba dia menyuruhku menghentikannya dan memintaku untuk duduk menghadapnya, aku pun duduk dihadapannya kini, dia menurunkan cd ku, skandal sex dokter dengan suster yang masih perawan lalu dia memintaku untuk memasukkan penisnya ke dalam vagina ku. Aku sempat takut “dokter, saya takut, saya masih perawan dok…” “justru itu yu.akan terasa enak loch, memang sakit diawal, tapi lama-kelamaan juga enak” ucapnya sambil mencium untuk menenangkan ku, setelah cukup tenang, dia mulai perlahan memasukkan penisnya ke dalam, “ah… ah….. au…”jeritku merintih menahan sakit dan perih. Dr. Riko memang sangat luar biasa, karena takut menyakiti ku dia pun sangat halus dalam melakukannya, dia memasukkan penisnya inchi demi inchi, dan akhirnya blessssssss… penis dr. Riko telah masuk semua ke dalam vagina ku, tapi dia tidak lantas menggenjotku, dia justru membuat ku seperti dimanjakan, menciumi ku, memainkan payudaraku, dan secara perlahan dia menggerakkan badannya naik turun, membuat penis nya juga ikut bergerak menusuk vaginaku, sesaat ku rasakan darah keperawananku mengalir ketika dr. Riko mendorong badannya dengan keras, dan membuat penisnya menusuk terlalu dalam, waktu itu aku hanya menjerit “ah……sa..kittt… dok” rintihku. “gapapa yu, entar lagi juga enak koq sayang” balasnya. Akhirnya selang beberapa menit ku rasakan ada yang menjalar hebat di dalam tubuhku, dr. Riko mempercepat gerakannya menusuk vagina ku, dan “ah… dokter Ayu rasanya pingin pipis nech…ah………” ucapku, “ keluarin aja Yu, itu bikin kamu lebih enak” ucapnya, dan ….”ah………………., keluar dok” ucapku, tubuhku mengejang hebat, ku rasakan ada cairan yang mengalir keluar hingga sepertinya membasahi pahaku. “enak kan sayang?” ucap dr. Riko. “Iyah… dokter pinter banget bikin aku lemes gini ah…………” itu adalah orgasme ku yang pertama.


Kemudian dr. Riko menyuruhku berdiri, kemudian sedikit menungging, aku menghadap meja yang ada di depanku, dr. Riko kemudian mulai menggenjotku dari belakang, dan ini membuat ku sungguh melayang, benar-benar dokter yang hebat, pikirku dalam hati, dia terus menggenjotku, gerakannya semakin cepat, aku tahu rupanya dia juga akan klimaks, “mau dikeluarin dimana Yu?” “di dalam aja dok, aku lagi gak masa subur koq, lagian aku juga pingin tau rasanya dimasukkin sperma dokter” ucapku waktu itu, dan tiba-tiba.. crot.. crot… sperma dr. Riko keluar, mungkin karena banyak hingga keluar pula dari vagina ku, dan menetes di lantai.

Dr. Riko kemudian memelukku dari belakang dan mencium bibirku, aku pun membalasnya, kami saling melumat lidah kami, dan setelah itu kami pun membenahi diri kami, aku pun membersihkan ceceran sperma di lantai. Dr. Riko duduk di kursi bersitirahat sejenak, aku pun merapikan pakaian ku, kami juga sempat melakukan beberapa kali frenchkiss sebelum akhirnya dr. Riko keluar dari ruangan itu. Malam itu benar-benar malam yang sangat indah buat ku. Dan setelah malam itu pun kami sering melakukannya tanpa di ketahui oleh suster yang lain, karena kami selalu berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa di hadapan orang lain. Skandal perselingkuhan itu terjadi selama 3 tahun aku bekerja di rumah sakit itu, dan kini aku sudah pindah juga telah mempunyai seorang suami dan seorang anak, tapi tetap saja aku selalu merindukan saat-saat indah bersama dr. Riko, dokter yang mengajariku sex dan merenggut keperawananku pertama kalinya.

August 26, 2018

Ngentot di Tempat Pijat Usai Kenalan di Dalam Angkot

Ngentot di Tempat Pijat Usai Kenalan di Dalam Angkot
Jakarta yg panas membuatku kegerahan di dalam angkot. Kantorku tak lama lagi keliatan di kelokan depan, kurang lebih 200m lagi. Tetapi aq masih betah di dalam angkot ini. Angin menerobos dari jendela. Masih ada waktu bebas 3 jam. Kerjaan untuk hari ini sudah aq selesaikan semalam. Daripada suntuk diam dirumah, tadi malam aq menyeleseaikan kerjaan yg masih menumpuk. Kerjaan yg menumpuk sama merangsangnya dengan seorang perempuan dewasa yg keringatan lehernya, yg aroma tubuhnya tercium. Aroma asli seorang perempuan. Baunya memang agak lain, tetapi mambu membuat seorang bujang menerawang hingga jauh ke alam yg belum pernah ia rasakan.

“Dik.. jendelanya jangan di buka lebar. Saya bisa masuk angin” kata perempuan setenga baya di depanku pelan.


Aq tersentak. Masih melongo.

“Tolong itu jendelanya direptin sedikit…” katanya lagi.

“Ini…? kataku.

“Iya itu”

Ya ampun, aq membayangkan suara itu berbisik di telingaku di atas tempat tidur yg putih. Keringatnya meleleh seperti yg kulihat sekarang. Nafasnya tersengal. Seperti kulihat ketika ia baru naik tadi, setelah mengejar angkot ini sekedar untuk dapat tempat duduk.

“Makasih” ujarnya ringan.

Aq sebetulnya ingin ada sesuatu yg bisa diomongkan lagi, sehingga tdk perlu curi-curi pandang melirik lehernya, dadanya yg terbuka cukup lebar sehingga terlihat garis bukitnya.

“Saya juga tdk suka angin kencang-kencang. Tapi saya gerah.” meloncat begitu saja kata-kata itu.

Aq belum pernah berani bicara begini, di angkot dengan seorang wanita, separuh baya lagi. Kalau kini aq berani pasti karena dadanya terbuka, pasti karena peluhnya yg membasahi leher, pasti karena aq terlalu terbuai lamunan. Ia malah melengos. Sial. Lalu asyik membuka tabloid. Sial. Aq tdk dapat lagi memandanginya.

Kantorku sudah terlewat. Aq masih di atas angkot. Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Masih menutupi diri dengan tabloid. Tdk lama wanita itu mengetuk langit-langit mobil. Sopir menepikan kendaraan persis di depan sebuah salon. Aq perhatikan ia sejak bangkit hingga turun. Mobil bergerak pelan, aq masih melihat ke arahnya, untuk memastikan ke mana arah wanita yg berkeringat di lehernya itu. Ia tersenyum. Menantang dengan mata genit sambil mendekati pintu salon. Ia kerja di sana? Atau mau gunting? Creambath? Atau apalah? Matanya dikerlingkan, bersamaan masuknya mobil lain di belakang angkot. Sial. Dadaku tiba-tiba berdegup-degup.

“Bang, Bang kiri Bang..!”

Semua penumpang menoleh ke arahku. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka?

“Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek,” sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.

Aq membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat. Satu dua, satu dua. Yes.., akhirnya. Namun, tiba-tiba keberanianku hilang. Apa katanya nanti? Apa yg aq harus bilang, lho tadi kedip-kedipin mata, maksudnya apa?

Mendadak jari tanganku dingin semua. Wajahku merah padam. Lho, salon kan tempat umum. Semua orang bebas masuk asal punya uang. Bodoh amat. Come on lets go! Langkahku semangat lagi. Pintu salon kubuka.

“Selamat siang Mas,” kata seorang penjaga salon,
“Potong, creambath, facial atau massage (pijit)..?”
“Massage, boleh.” ujarku sekenanya.

Aq dibimbing ke sebuah ruangan. Ada sekat-sekat, tdk tertutup sepenuhnya. Tetapi sejak tadi aq tdk melihat wanita yg lehernya berkeringat yg tadi mengerlingkan mata ke arahku. Ke mana ia? Atau jangan-jangan ia tdk masuk ke salon ini, hanya pura-pura masuk. Ah. Shit! Aq tertipu. Tapi tdk apa-apa toh tipuan ini membimbingku ke ‘alam’ lain.

Dulu aq paling anti masuk salon. Kalau potong rambut ya masuk ke tukang pangkas di pasar. Ah.., wanita yg lehernya berkeringat itu begitu besar mengubah keberanianku.

“Buka bajunya, celananya juga,” ujar wanita tadi manja menggoda,
“Nih pake celana ini..!”

Aq disodorkan celana pantai tapi lebih pendek lagi. Bahannya tipis, tapi baunya harum. Garis setrikaannya masih terlihat. Aq menurut saja. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Ada dipan kecil panjangnya dua meter, lebarnya hanya muat tubuhku dan lebih sedikit. Wanita muda itu sudah keluar sejak melempar celana pijit. Aq tiduran sambil baca majalah yg tergeletak di rak samping tempat tidur kecil itu. Sekenanya saja kubuka halaman majalah.

“Tunggu ya..!” ujar wanita tadi dari jauh, lalu pergi ke balik ruangan ke meja depan ketika ia menerima kedatanganku.
“Mbak Iin.., udah ada pasien tuh,” ujarnya dari ruang sebelah. Aq jelas mendengarnya dari sini.

Kembali ruangan sepi. Hanya suara kebetan majalah yg kubuka cepat yg terdengar selebihnya musik lembut yg mengalun dari speaker yg ditanam di langit-langit ruangan.

Langkah sepatu hak tinggi terdengar, pletak-pletok-pletok. Makin lama makin jelas. Dadaku mulai berdegup lagi. Wajahku mulai panas. Jari tangan mulai dingin. Aq makin membenamkan wajah di atas tulisan majalah.

“Halo..!” suara itu mengagetkanku. Hah..? Suara itu lagi. Suara yg kukenal, itu kan suara yg meminta aq menutup kaca angkot. Dadaku berguncang. Haruskah kujawab sapaan itu? Oh.., aq hanya dapat menunduk, melihat kakinya yg bergerak ke sana ke mari di ruangan sempit itu. Betisnya mulus ditumbuhi bulu-bulu halus. Aq masih ingat sepatunya tadi di angkot. Hitam. Aq tdk ingat motifnya, hanya ingat warnanya.

“Mau dipijat atau mau baca,” ujarnya ramah mengambil majalah dari hadapanku,
“Ayo tengkurep..!”

Tangannya mulai mengoleskan cream ke atas punggungku. Aq tersetrum. Tangannya halus. Dingin. Aq kegelian menikmati tangannya yg menari di atas kulit punggung. Lalu pijitan turun ke bawah. Ia menurunkan sedikit tali kolor sehingga pinggulku tersentuh. Ia menekan-nekan agak kuat. Aq meringis menahan sensasasi yg waow..! Kini ia pindah ke paha, agak berani ia masuk sedikit ke selangkangan. Aq meringis merasai sentuhan kulit jarinya. Tapi belum begitu lama ia pindah ke betis.

“Balik badannya..!” pintanya.

Aq membalikkan badanku. Lalu ia mengolesi dadaku dengan cream. Pijitan turun ke perut. Aq tdk berani menatap wajahnya. Aq memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Ia tdk bercerita apa-apa. Aq pun segan memulai cerita. Dipijat seperti ini lebih nikmat diam meresapi remasan, sentuhan kulitnya. Bagiku itu sudah jauh lebih nikmat daripada bercerita. Dari perut turun ke paha. Ah.., selangkanganku disentuh lagi, diremas, lalu ia menjamah betisku, dan selesai.

Ia berlalu ke ruangan sebelah setelah membereskan cream. Aq hanya ditinggali handuk kecil hangat. Kuusap sisa cream. Dan kubuka celana pantai. Astaga. Ada cairan putih di celana dalamku.

Di kantor, aq masih terbayang-bayang wanita yg di lehernya ada keringat. Masih terasa tangannya di punggung, dada, perut, paha. Aq tdk tahan. Esoknya, dari rumah kuitung-itung waktu. Agar kejadian kemarin terulang. Jam berapa aq berangkat. Jam berapa harus sampai di Ciledug, jam berapa harus naik angkot yg penuh gelora itu. Ah sial. Aq terlambat setengah jam. Padahal, wajah wanita setengah baya yg di lehernya ada keringat sudah terbayang. Ini gara-gara ibuku menyuruh pergi ke rumah Tante Wanti. Bayar arisan. Tdk apalah hari ini tdk ketemu. Toh masih ada hari esok.

Aq bergegas naik angkot yg melintas. Toh, si setengah baya itu pasti sudah lebih dulu tiba di salonnya. Aq duduk di belakang, tempat favorit. Jendela kubuka. Mobil melaju. Angin menerobos kencang hingga seseorang yg membaca tabloid menutupi wajahnya terganggu.

“Mas Tut..” hah..? suara itu lagi, suara wanita setengah baya yg kali ini karena mendung tdk lagi ada keringat di lehernya. Ia tdk melanjutkan kalimatnya.

Aq tersenyum. Ia tdk membalas tapi lebih ramah. Tdk pasang wajah perangnya.

“Kayak kemarinlah..,” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.

Begitu kebetulankah ini? Keberuntungankah? Atau kesialan, karena ia masih mengangkat tabloid menutupi wajah? Aq kira aq sudah terlambat untuk bisa satu angkot dengannya. Atau jangan-jangan ia juga disuruh ibunya bayar arisan. Aq menyesal mengutuk ibu ketika pergi. Paling tdk ada untungnya juga ibu menyuruh bayar arisan.

“Mbak Iin..,” gumamku dalam hati.

Perlu tdk ya kutegur? Lalu ngomong apa? Lha wong Mbak Iin menutupi wajahnya begitu. Itu artinya ia tdk mau diganggu. Mbak Iin sudah turun. Aq masih termangu. Turun tdk, turun tdk, aq hitung kancing. Dari atas: Turun. Ke bawah: Tdk. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tdk. Ke bawah lagi: Turun. Ke bawah lagi: Tdk. Ke bawah lagi: Hah habis kancingku habis. Mengapa kancing baju cuma tujuh?

Hah, aq ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Begini saja daripada repot-repot. Anggap saja tiap-tiap baju sama dengan jumlah kancing bajuku: Tujuh. Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Penumpang lima lalu supir, jadi enam kali tujuh, 42 hore aq turun. Tapi eh.., seorang penumpang pakai kaos oblong, mati aq. Ah masa bodo. Pokoknya turun.

“Kiri Bang..!”

Aq lalu menuju salon. Alamak.., jauhnya. Aq lupa kelamaan menghitung kancing. Ya tdk apa-apa, hitung-hitung olahraga. Hap. Hap.

“Mau pijit lagi..?” ujar suara wanita muda yg kemarin menuntunku menuju ruang pijat.
“Ya.”

Lalu aq menuju ruang yg kemarin. Sekarang sudah lebih lancar. Aq tahu di mana ruangannya. Tdk perlu diantar. Wanita muda itu mengikuti di belakang. Kemudian menyerahkan celana pantai.

“Mbak Iin, pasien menunggu,” katanya.

Majalah lagi, ah tdk aq harus bicara padanya. Bicara apa? Ah apa saja. Masak tdk ada yg bisa dibicarakan. Suara pletak-pletok mendekat.

“Ayo tengkurap..!” kata wanita setengah baya itu.

Aq tengkurap. Ia memulai pijitan. Kali ini lebih bertenaga dan aq memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.

“Telentang..!” katanya.

Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Paling tdk aq dapat melihat leher yg basah keringat karena kepayahan memijat. Ia cukup lama bermain-main di perut. Sesekali tangannya nakal menelusup ke bagian tepi celana dalam. Tapi belum tersentuh kepala penisku. Sekali. Kedua kali ia memasukkan jari tangannya. Ia menyenggol kepala penisku. Ia masih dingin tanpa ekspresi. Lalu pindah ke pangkal paha. Ah mengapa begitu cepat.

Jarinya mengelus tiap mili pahaku. Si Penis sudah mengeras. Betul-betul keras. Aq masih penasaran, ia seperti tanpa ekspresi. Tetapi eh.., diam-diam ia mencuri pandang ke arah penisku. Lama sekali ia memijati pangkal pahaku. Seakan sengaja memainkan Si Penis. Ketika Si Penis melemah ia seperti tahu bagaimana menghidupkannya, memijat tepat di bagian pangkal paha. Lalu ia memijat lutut. Si Penis melemah. Lalu ia kembali memijat pangkal pahaku. Ah sialan. Aq dipermainkan seperti anak bayi.

Selesai dipijat ia tdk meninggalkan aq. Tapi mengelap dengan handuk hangat sisa-sisa cream pijit yg masih menempel di tubuhku. Aq duduk di tepi dipan. Ia membersihkan punggungku dengan handuk hangat. Ketika menjangkau pantatku ia agak mendekat. Bau tubuhnya tercium. Bau tubuh wanita setengah baya yg yg meleleh oleh keringat. Aq pertegas bahwa aq mengendus kuat-kuat aroma itu. Ia tersenyum ramah. Eh bisa juga wanita setengah baya ini ramah kepadaku.

Lalu ia membersihkan pahaku sebelah kiri, ke pangkal paha. Penis berdenyut-denyut. Sengaja kuperlihatkan agar ia dapat melihatnya. Di balik kain tipis, celana pantai ini ia sebetulnya bisa melihat arah turun naik Si Penis. Kini pindah ke paha sebelah kanan. Ia tepat berada di tengah-tengah. Aq tdk menjepit tubuhnya. Tapi kakiku saja yg seperti memagari tubuhnya. Aq membayangkan dapat menjepitnya di sini. Tetapi, bayangan itu terganggu. Terganggu wanita muda yg di ruang sebelah yg kadang-kadang tanpa tujuan jelas bolak-balik ke ruang pijat.

Dari jarak yg begitu dekat ini, aq jelas melihat wajahnya. Tdk terlalu ayu. Hidungnya tdk mancung tetapi juga tdk pesek. Bibirnya sedang tdk terlalu sensual. Nafasnya tercium hidungku. Ah segar. Toket itu dari jarak yg cukup dekat jelas membayang. Cukuplah kalau tanganku menyergapnya. Ia terus mengelap pahaku. Dari jarak yg dekat ini hawa panas tubuhnya terasa. Tapi ia dingin sekali. Membuatku tdk berani. Ciut. Si Penis tiba-tiba juga ikut-ikutan ciut. Tetapi, aq harus berani. Toh ia sudah seperti pasrah berada di dekapan kakiku.

Aq harus, harus, harus..! Apakah perlu menhitung kancing. Aq tdk berpakaian kini. Lagi pula percuma, tadi saja di angkot aq kalah lawan kancing. Aq harus memulai. Lihatlah, masak ia begitu berani tadi menyentuh kepala Penis saat memijat perut. Ah, kini ia malah berlutut seperti menunggu satu kata saja dariku. Ia berlutut mengelap paha bagian belakang. Kaki kusandarkan di tembok yg membuat ia bebas berlama-lama membersihkan bagian belakang pahaku. Mulutnya persis di depan Penis hanya beberapa jari. Inilah kesempatan itu. Kesempatan tdk akan datang dua kali. Ayo. Tunggu apa lagi. Ayo cepat ia hampir selesai membersihkan belakang paha. Ayo..!

Aq masih diam saja. Sampai ia selesai mengelap bagian belakang pahaku dan berdiri. Ah bodoh. Benarkan kesempatan itu lewat. Ia sudah membereskan peralatan pijat. Tapi sebelum berlalu masih sempat melihatku sekilas. Betulkan, ia tdk akan datang begitu saja. Badannya berbalik lalu melangkah. Pletak, pletok, sepatunya berbunyi memecah sunyi. Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang.

Aq hanya mendengus. Membuang napas. Sudahlah. Masih ada esok. Tetapi tdk lama, suara pletak-pletok terdengar semakin nyaring. Dari iramanya bukan sedang berjalan. Tetapi berlari. Bodoh, bodoh, bodoh. Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Aq masih mematung. Duduk di tepi dipan. Kaki disandarkan di dinding. Ia tersenyum melihatku.

“Maaf Mas, sapu tangan saya ketinggalan,” katanya.

Ia mencari-cari. Di mana? Aq masih mematung. Kulihat di bawahku ada kain, ya seperti saputangan.

“Itu kali Mbak,” kataku datar dan tanpa tekanan.

Ia berjongkok persis di depanku, seperti ketika ia membersihkan paha bagian bawah. Ini kesempatan kedua. Tdk akan hadir kesempatan ketiga. Lihatlah ia tadi begitu teliti membenahi semua perlatannya. Apalagi yg dapat tertinggal? Mungkin sapu tangan ini saja suatu kealpaan. Ya, seseorang toh dapat saja lupa pada sesuatu, juga pada sapu tangan. Karena itulah, tdk akan hadir kesempatan ketiga. Ayo..!

“Mbak.., pahaku masih sakit nih..!” kataku memelas, ya sebagai alasan juga mengapa aq masih bertahan duduk di tepi dipan.

Ia berjongkok mengambil sapu tangan. Lalu memegang pahaku,

“Yg mana..?”

Yes..! Aq berhasil.

“Ini..,” kutunjuk pangkal pahaku.

“Besok saja Sayang..!” ujarnya.

Ia hanya mengelus tanpa tenaga. Tapi ia masih berjongkok di bawahku.

“Yg ini atau yg itu..?” katanya menggoda, menunjuk Penisku.

Darahku mendesir. Penisku tegang seperti mainan anak-anak yg dituip melembung. Keras sekali.
“Jangan cuma ditunjuk dong, dipegang boleh.”
Ia berdiri. Lalu menyentuh Penis dengan sisi luar jari tangannya. Yes. Aq bisa dapatkan ia, wanita setengah baya yg meleleh keringatnya di angkot karena kepanasan. Ia menyentuhnya. Kali ini dengan telapak tangan. Tapi masih terhalang kain celana. Hangatnya, biar begitu, tetap terasa. Aq menggelepar.

“Sst..! Jangan di sini..!” katanya.

Kini ia tdk malu-malu lagi menyelinapkan jemarinya ke dalam celana dalamku. Lalu dikocok-kocok sebentar. Aq memegang teteknya. Bibirku melumat bibirnya.

“Jangan di sini Sayang..!” katanya manja lalu melepaskan sergapanku.
“Masih sepi ini..!” kataku makin berani.

Kemudian aq merangkulnya lagi, menyiuminya lagi. Ia menikmati, tangannya mengocok Penis.

“Besar ya..?” ujarnya.

Aq makin bersemangat, makin membara, makin terbakar. Wanita setengah baya itu merenggangkan bibirnya, ia terengah-engah, ia menikmati dengan mata terpejam.

“Mbak Iin telepon..,” suara wanita muda dari ruang sebelah menyalak, seperti bel dalam pertarungan tinju.

Mbak Iin merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon.

“Ngapaian sih di situ..?” katanya lagi seperti iri pada Iin.

Aq mengambil pakaianku. Baru saja aq memasang ikat pinggang, Iin menghampiriku sambil berkata,

“Telepon aq ya..!”

Ia menyerahkan nomor telepon di atas kertas putih yg disobek sekenanya. Pasti terburu-buru. Aq langsung memasukkan ke saku baju tanpa mencermati nomor-nomornya. Nampak ada perubahan besar pada Iin. Ia tdk lagi dingin dan ketus. Kalau saja, tdk keburu wanita yg menjaga telepon datang, ia sudah melumat Si Penis. Lihat saja ia sudah separuh berlutut mengarah pada Penis. Untung ada tissue yg tercecer, sehingga ada alasan buat Iin.

Ia mengambil tissue itu, sambil mendengar kabar gembira dari wanita yg menunggu telepon. Ia hanya menampakkan diri separuh badan.

“Mbak Iin.., aq mau makan dulu. Jagain sebentar ya..!”

Ya itulah kabar gembira, karena Iin lalu mengangguk.

Setelah mengunci salon, Iin kembali ke tempatku. Hari itu memang masih pagi, baru pukul 11.00 siang, belum ada yg datang, baru aq saja. Aq menanti dengan debaran jantung yg membuncah-buncah. Iin datang. Kami seperti tdk ingin membuang waktu, melepas pakaian masing-masing lalu memulai pergumulan.

Iin menjilatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aq menikmati kelincahan lidah wanita setengah baya yg tahu di mana titik-titik yg harus dituju. Aq terpejam menahan air mani yg sudah di ujung. Bergantian Iin kini telentang.

“Pijit saya Mas..!” katanya melenguh.

Kujilati toketnya, ia melenguh. Lalu memeknya, basah sekali. Ia membuncah ketika aq melumat klitorisnya. Lalu mengangkang.

“Aq sudah tak tahan, ayo dong..!” ujarnya merajuk.

Saat kusorongkan Penis menuju memeknya, ia melenguh lagi.

“Ah.. Sudah 3 tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Aq hanya main dengan tangan. Kadang-kadang ketimun. Jangan dimasukkan dulu Sayang, aq belum siap. Ya sekarang..!” pintanya penuh manja.

Tetapi mendadak bunyi telepon di ruang depan berdering. Kring..! Aq mengurungkan niatku. Kring..!

“Mbak Iin, telepon.” kataku.

Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Aq mengikutinya. Sambil menjawab telepon di kursi ia menunggingkan pantatnya.


“Ya sekarang Sayang..!” katanya.

“Halo..?” katanya sedikit terengah.
“Oh ya. Ya nggak apa-apa,” katanya menjawab telepon.
“Siapa Mbak..?” kataku sambil menancapkan Penis amblas seluruhnya.
“Si Anis, yg tadi. Dia mau pulang dulu ngeliat orang tuanya sakit katanya sih begitu,” kata Iin.

Setelah beberapa lama menyodoknya,

“Terus dong Yg. Auhh aq mau keluar ah.., Yg tolloong..!” dia mendesah keras.

Lalu ia bangkit dan pergi secepatnya.

“Yg.., cepat-cepat berkemas. Sebantar lagi Mbak Ita yg punya salon ini datang, biasanya jam segini dia datang.”

Aq langsung beres-beres dan pulang.

August 26, 2018

Hanya Imron Yang Perkasa Yang Bisa Memuaskan Diriku

August 26, 2018

Kontolku Yang Perkasa Buat Kesetiaan Istri Tetanggaku Goyah

August 26, 2018

Ngentot Mila Dengan Posisi Nungging

Friday, August 24, 2018

August 24, 2018

Gangbang Gadis ABG Hot

August 24, 2018

Istri Ketagihan Bermain Dengan Pria Lain

August 24, 2018

Mandi Bersama Tante Bohai

August 24, 2018

Nafsuku Di Puaskan Oleh Anak Sulung

August 24, 2018

Cewek ABG SMA Ngentot Panas Hot

Wednesday, August 22, 2018

August 22, 2018

Cerita Sex Semalam Indah Bersama Adik Sepupu

August 22, 2018

Cerita Mesum Malam Yang Indah Bersama Adik Sepupu

August 22, 2018

Cerita Dewasa Mesum Dengan Clara Mahasiswi Jilbab Cantik Di Kampus

August 22, 2018

Cerita Dewasa Aku Terjerat Dalam Pergaulan Bebas

August 22, 2018

Cerita Dewasa Cewek Bohay Yang Butuh Kepuasan

Cerita Dewasa Cewek Bohay Yang Butuh Kepuasan
Sekitar satu minggu lalu tepatnya di hari Sabtu sekitar jam 05.00 WIB subuh dinihari. Aku keluar rumah untuk olahraga berlari untuk mengeluarkan keringat. Namun, kali ini lari subuh yang kulakukan sangat bermakna, sebab aku ditemani oleh seorang tetangga dekat dan sebut saja namanya ” Santi “.

Dia adalah suami sah orang lain yang sudah memiliki 2 orang anak, tapi penampilannya masih cukup menarik. Kulitnya mulus, putih dan tubuhnya langsing. Oiya, kenalkan nama saya Peter. Usia 40 tahun, tinggi 160 cm dan berat badan 65 kg.

Ketika aku keluar melewati pintu pagar secara samar-samar aku melihat sesosok tubuh dengan kaos warna hitam melekat di tubuhnya serta celana setengah panjang gantung di atas lututnya membuka pintu rumahnya lalu mengikutiku.


“Pak, tunggu Pak” panggilnya dari belakang, tapi aku tetap berlari tapi sengaja kukurangi kecepatannya agar ia bisa lebih dekat denganku.

“Pak tunggu donk Pak, aku capek nih, kita sama-sama aja” teriaknya dengan suara yang tidak terlalu keras.

Setelah kudengar nafasnya terengah-engah karena jaraknya sudah semakin dekat denganku mungkin sekitar 10 meter di belakangku, aku lalu berhenti menunggunya sebab kedengarnya ia sangat capek sekali.

“Ada apa Bu, kenapa ibu mengejarku?” tanyaku sambil berhenti.

“Tidak apa-apa. Aku hanya mengejar bapak agar kita bisa lari bersama, biar lebih santai dan kita bisa sambil ngobrol” katanya dengan nafas terputus-putus karena kecapean.

Setelah Santi berada disamping kiriku, kami lalu lari bersama, tapi kali ini tidak terlalu kencang.

“Ngomong-omong, apa ibu juga secara rutin lari subuh setiap hari Sabtu?” tanyaku pada Santi sambil berlari kecil.

“Nggak kok , cuma kebetulan kudengar pintu rumah bapak terbuka dan kulihat bapak keluar berpakaian olahraga, sehingga tiba-tiba aku juga tertarik untuk menyegarkan tubuh dan menghirup udara subuh” Jawabnya.

“Kenapa nggak sekalian keluar sama suami ibu atau anak-ank ibu?” tanyaku lagi sambil tetap berlari.

“Anu Pak, suami saya itu baru saja pulang dari jaga malam, maklum kerjaannya satpam jarang sekali bermalam di rumah” jawabannya dengan santai.

Kebetulan suami Santi tugas malam sebagai satpam pada salah satu perusahaan swasta di kota kami. Mendengar ucapan Santi itu, aku jadi terpancing untuk bertanya lebih lanjut lagi tentang kehidupannya.

“Maaf Bu, kalau aku terlalu jauh bertanya. Jadi kedua anak ibu itu dicetak pada siang hari semua donk, sebab suami ibu jarang berada dirumah pada malam hari.” kata saya pada Santi, namun ia tetap tidak tersinggung, bahkan nampaknya ia tetap bersikap biasa-biasa saja.

“Bukan pada siang hari Pak, tapi pada subuh dan pagi hari, sebab biasanya suami saya pulang pada subuh hari dan langsung saja mengambil jatah malamnya, apalagi dalam keadaan ia haus.” katanya sambil tersenyum.

Setelah capek, kami beristirahat sejenak diatas jembatan sambil bersandar di pagar besi jembatan. Kebetulan diatas jembatan itu banyak orang sedang ngobrol dan membahas masalahnya masing-masing.

“Bu San, kalau begitu waktu anda berhubungan dengan suami anda selalu singkat dan dilakukan secara terburu-buru, sebab anak-anak sudah mulai bangun, lagi pula suami anda sangat ngantuk” pancingku kepadanya.

“Yah begitulah kebiasaan kami, lalu mau apa lagi jika memang waktunya yang paling tepat hanya saat itu. Sebab di siang hari, anak-anak kami pada berkeliaran dalam rumah dan tamu-tamupun yang datang harus disambut”katanya serius,tetapi tetap santai.

“Kalau begitu anda tidak pernah menikmati hubungan suami istri yang sebenarnya sebagaimana selayaknya suami istri?” pancingku lagi kepadanya.

“Kenapa tidak? Kami merasa sama-sama menikmatinya kok Pak. Buktinya kami punya dua orang anak.

“Bu San, Sex itu sebenarnya melebihi dari apa yang anda lakukan bersama suami anda. Suami-Istri harus menikmati kepuasan berkali-kali selama 3 jam tanpa sedikitpun rasa tergesa-gesa dan takut.

“Oh yah, tapi bagaimana caranya jika suamiku tidak memungkinkan melakukan hal itu atau tidak mau melakukannya?” tanyanya serius.

Nafas Santi sangat keras kedengaran ketika ia selesai menanyakan hal itu, bahkan sempat memandangiku dengan penuh harap dan bergairah.

“Sekiranya jika ada orang lain yang bersedia memberikan kenikmatan itu pada Ibu Santi, apa ibu tidak keberatan menerimanya? tanyaku lebih berani.

“Orang lain siapa Misalnya?” tanyanya kembali.

“Sa… Sa… Saya misalnya. Maaf ini hanya sekedar misal Bu San” jelasku sedikit takut kalau-kalau ia tersinggung dan marah kepadaku.

“Be… Betulkah ucapan bapak itu? Mana bapak mau sama saya” Ucapannya.

“Boleh saja terjadi jika memang hal itu sama-sama di butuhkan, apalagi terhadap wanita cantik lagi muda seperti Ibu Santi. Ucapku sambil memandang tubuhnya yang sangat langsing.

” Ha.. Ha.. Ha.. Bisa aja bapak ini. Gombal ni yeeee ” katanya terbahak.

“Betul Bu. Aku Serius Aku tidak main-main nih” kataku dengan tegas.

Mendegar ketegasanku itu, Ibu Santi tersentak kaget dan tiba-tiba meraih tanganku lalu mengajakku berhenti dipinggir jalan. Sambil kami berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 2 jengkal. Santi lalu berkata.

“Bila ucapan bapak itu benar dan serius, akupun serius dan bersedia. Tapi bagaimana caranya Pak agar perbuatan kita lebih aman?”tanyanya.

“Suamimu biasanya bangunnya jam berapa?”tanyaku lebih mengarah lagi.

“Biasanya sih jam 11.00 dab 12.00 siang Pak.”Jawabnya serius sekali.

“Kebetulan sekali istri dan anak-anakku mau pulang kampung membesuk keluarga. Mungkin jam 17.00 WIB baru balik. Bagaimana kalau ibu bilang sama anak-anaknya bahwa ibu mau kepasar lalu ibu masuk kerumahku?”tawaranku lebih lanjut.

“Oke, tunggu saja Pak” Sebentar aku akan masuk dari pintu belakang rumah bapak biar tidak ada yang melihatku” katanya berbisik.

Setelah kami sepakat, kami lalu berpisah dan lewat jalan yang berbeda agar tetangga tidak curiga pada kami.

Hanya 5 menit setelah aku masuk kerumah, pintu belakang rumah kelihatan terbuka dengan pelan. Ternyata Ibu Santi menepati janjinya. Ia masuk dengan pelan tanpa mengganti pakaian yang dipakainya tadi. Hanya saja bau tubuhnya terasa lebih harum menyengat di hidungku.

Setelah kami duduk berdampingan di pinggir tempat tidur, kami sempat bertatapan muka tanpa sepatah katapun sejenak. Namun, karena kami sudah saling penasaran dan saling terbakar nafsu maka kami lalu segera berbalik arah sehingga kami saling berhadap-hadapan dengan jarak yang sangat dekat sekali.

“Ayo Bu San kita mulai permainannya” kataku sambil kuulurkan kedua tanganku untuk meraih kedua tangannya.

Mula-mula aku menyentuh kedua tangannya lalu naik kelengan, bahu, leher, pipi dan telinganya smapai mengelus-elus rambut dan dagunya.

Santi hanya diam menerima perlakuanku. Namun setelah kedua tanganku merangkul punggungnya dan mencium pipi dan bibirnya dan ia pun mulai bergerak membalasnya sehingga kami saling berpagutan dan mengisap.

Tanpa basa-basi saya langsung masukkan tanganku ke balik kaosnya yang dipakainya dan secara perlahan menembus masuk di balik BH tipis yang di pakainya. Santi hanya mengangguk sambil merangkulku dengan keras dan merapatkan tubuhnya di tubuhku sehingga terasa hangatnya didadaku.

“Boleh kubuka pakaiannya Bu?”tanyaku lagi setelah puas memainkan kedua payudaranya dari dalam pakaiannya.

Ia lagi-lagi hanya mengangguk dan melonggarkan rangkulannya guna memudahkan aku melucuti pakaiannya. Setelah kaos dan BH yang dikenakannya semuanya terlepas dari tubuhnya, aku sejenak melepaskan rangkulan dan pagutan untuk memperlihatkan indahnya bentuk tubuhnya yang telanjang, terutama kedua payudaranya yang tergantung didadanya.

“Aduh, cepat buka Pak, aku sudah tidak tahan nih. Ayo Pak” pintanya berkali-kali, namun aku sengaja tidak perduli ucapannya. bahkan aku semakin mempercepat isapanku pada teteknya, lehernya, pusarnya dan seluruh tubuh telanjangnya.

“Ayo donk Pak, buka cepat pakaiannya,aku sudah tak tahan” pintanya lagi.

Kali ini kubuka bajuku lalu celana panjang yang kupakai berlari tadi, sehingga sama-sama bugil. Kami saling berpelukan dan bergulingan diatas kasur sambil saling meraba seluruh tubuh.

“Pak, ayo dong Pak. Masukkan cepat aku sudah ingin sekali menikmatinya biar cepat selesai” bisiknya sambil menarik tubuhku lebih dekat kearah kemaluannya.

Aku patuhi permintaannya. Aku dengan mudah membuka kedua pahanya yang mulus sehingga nampak jelas kelentitnya yang mungil berwarna merah jambu muda. Terasa sedikit basah oleh cairan pelicin yang keluar dari sela-sela vaginanya. Bulu-bulu yang tumbuh disekitar cukup tipis dan rapi seolah terawat demgam baik.

“Tahan donk sayang, waktu kita masih pangjang kok. Lagi pula kan aku akan tunjukkan semua permainanku yang belum pernah ibu rasakan selama ini”

“Boleh kucium dan kujilat inimu Bu?” tanyaku sambil mendekatkan kepalaku ke selangkangannya.

“Terserah deh, tapi jangan lama-lama, sebab aku sudah semakin tak tahan lagi”katanya pasrah.

Santi bergelinjang kuat. Pantatnya terangkat-angkat ketika aku menusukkan lidahku kelubang kemaluannya. Apalagi saat aku menggigit-gigit kecil kelentitnya yang agak keras dan kenyal itu. Ia semakin berdesis dan setengah berteriak akibat perlakuan yang mengasyikkan itu. Ia sangat menikmatinya dan bahkan menekan kepalaku lebih dalam lagi.

“Boleh kumasukkan sekarang Bu?” tanyaku meski aku yakin ia sangat mendambakannya dari tadi.

Secara brtlahan tapi pasti ujung kontolku sudah mulai menyentuh kelentitnya lalu bergeser mencari lubangnya. Setelah ketemu sedikit demi sedikit mulai menyelusup masuk. Bahkan ketika masuk sepaoh, aku berniat berlama lama disitu. tapi dasar wanita yang sudah sangat penasaran, maka ia segera menarik punggungku dan mengangkat tinggi-tinggi pantatnya, sehingga kontolku amblas seluruhnya masuk tanpa bisa lagi ku kendalikan.

“Aahhkkhkhh.. Uukk.. Hhmm… Eeanakkk.. Sesekali. Terus Pak ayo… Gocok.. Ahhh… Auhhh..” itulah suara nya yang sempat dikeluarkan dari mulut Santi ketika gocokan kontolku semakin keras dan cepat. Ia bagaikan orang yang kehausan yang menemukan air minum.

Tanpa bicara lagi, Dina langsung memutar tubuhnya, sehingga ia berada diatas mengangkangiku. Ia bagaikan orang naik kuda. Bunti pantatnya sangat keras beradu dengan perutku, karena ia duduk diatasku sambil membelakangi wajahku.

“Akhhh.. Uhhh… Uhhh… Aakkkhhh…”

Suara itulah yang sempat keluar dari mulutku ketika kurasakan nikmatnya vagina Santi yang menjepit kemaluanku. Ia seolah tak kenal lelah dan tak mau berhenti melompat diatasku.

“Buuu… Buuu…” berhenti dulu donk. Kita istirahat dulu, Aku kecapean nih” teriakku ketika kurasakan ada cairan hangat yang mulai mau menyusup keluar di ujung perutku. Tapi Santi tetap saja bergerak dan bergoyang pinggul diatasku tanpa peduli ucapanku. Karena ia tak mau berhenti, aku segera bangkit dan berlutut sehingga ia secara otomatis nungging didepanku.

Aku langsung hantam dari belakang dan menggocok keras serta cepat hingga terasa cairan hangatku sudah berada di ujung penisku. Aku sudah tidak peduli dimana mau tumpah, apa di luar atau didalam kemaluan Santi. Yang penting puas.

“Pak cepat donk, terus gocok dengan keras. Ohhh… Ahhh.. Ohhhh.. Ahhh” kata Santi terputus-putus.

Sedetik kemudian, Santi berteriak sedikit keras.

“Aihhh, Aakuu.. Keluarrrrr.. Paaa” dan saat itu pula aku tak mampu mengendalikan diri sehingga cairan hangatkupun tumpah kedalam rahim Santi.

Namun, tiba-tiba muncul rasa ketakutan dalam hati saya kalau-kalau Santi hamil akibat cairan kentalku masuk ke rahimnya.

“Pak terima kasih atas kenikmatan yang kau berikan. Aku sama sekali baru kali ini merasakannya. Ternyata selama ini aku belum pernah merasakan kepausan dan menikmati sex yang sebenarnya dari suami saya. Kepuasan yang ku terima dari suami saya selama ini hanyalah semu dan ….” belum selesai bicara aku segera memotongnya dan berkata:

“Maaf Bu San bila kenikmatan yang sempat kuberikan masih sedikit, sebab sedianya aku akan memberikan sebanyak mungkin tapi lain kali saja. sebab aku capek sekali. Habis kita baru saja lari subuh”balasku.


Setelah itu kami saling berpelukan dan memberi ciuman perpisahan, lalu kami bangkit menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Didalam kamar kami saling berbisik karena takut ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan kami.

Setelah kami berpakaian lengkap seperti semula aku lalu membuka pintu belakang rumahku dan memeriksa kalau-kalau ada orang lain yang lalu lalang dan mencurigakan tapi ternyata sepi. Aku masih mau tahan agar Santi istirahat sejeka untuk melanjutkan ronde berikutnya, tapi tiba-tiba Santi melihat jam tangannya lalu segera pamit keluar karena katanya sudah pukul 10.10 siang. Suaminya sudah hampir mau bangun. Ia pun cepat-cepat kembali kerumahnya.

Besoknya kami sempat ketemu seperti selayaknya tetangga dan kami berpura-pura bersikap seperti biasa-biasa saja, namun hari sabtu berikutnya, kamipun kembali berlari subuh bersama, tapi kami hanya sepakat untuk mengulangi persetubuhan kalau ada kesempatan kapan-kapan saja. Aku menjanjikan tip yang lebih nikmat lagi dan ia pun setuju.

Sunday, August 19, 2018

August 19, 2018

Mesum Dengan Suami Kakak

August 19, 2018

Vagina Ku Disedot Sampai Jerit

August 19, 2018

Perawanku Hilang Akibat Masturbasi

August 19, 2018

Sodokan Nikmat Ponakan Ku

August 19, 2018

Godaan Binal Calon Ibu Mertua

Friday, August 17, 2018

August 17, 2018

PENGALAMAN SEX KETIKA DI SMU

August 17, 2018

GAIRAH BU RT PART 1

August 17, 2018

GAIRAH BU RT PART 2

August 17, 2018

MERTUAKU LUAR BIASA PART 1

Wednesday, August 15, 2018

August 15, 2018

PENISKU DIKOCOK CEWEK SMA

August 15, 2018

CERITA DEWASA ML PRT BAHENOL, BUDAK SEKS KU

August 15, 2018

PONDOK USANG

August 15, 2018

CERITA DEWASA L BERMAIN DENGAN DUA PEMBANTU

Saturday, August 11, 2018

August 11, 2018

TANTE WULAN DAN KAKAKKU PART 2

August 11, 2018

TANTE WULAN DAN KAKAKKU PART 1

August 11, 2018

RENY CEWE SEXY

August 11, 2018

CINTA PERTAMAKU

Friday, August 10, 2018

August 10, 2018

BOSKU SUSAN

August 10, 2018

BINI MUDA AYAH

August 10, 2018

DENGAN IBU GURU SMU

August 10, 2018

AKU DIPERKOSA ADIK IPARKU SENDIRI

Thursday, August 9, 2018

August 09, 2018

Kilat di Dalam Kamar Mandi Kosan

August 09, 2018

Nikmatnya Diperkosa Rame-Rame Didalam Ruang Karaoke

August 09, 2018

Memberikan Perawan Kepada Sang Kekasih

August 09, 2018

Ngewe Pesta Sex Dengan Wanita Cantik

August 09, 2018

Aku Ditidurin Teman Ayah

Tuesday, August 7, 2018

August 07, 2018

NGENTOT DENGAN BU DOSEN

August 07, 2018

NGENTOT DENGAN PERAWAN

August 07, 2018

NGENTOT DENGAN ANI

August 07, 2018

NGENTOT DENGAN 2 ABG

August 07, 2018

PENGALAMAN PERTAMA NGENTOT

Monday, August 6, 2018

August 06, 2018

Aku Ditidurin Teman Ayah

Aku Ditidurin Teman Ayah
Ini adalah pengalamanku waktu aku masih duduk di bangku SMU. Aku termasuk salah satu bunga sekolah di sekolahku n berprestasi di bidang seni. Rumahku sering didatangin tamu-tamu papaku, baik partner bisnis, karyawan atau temen.

Temen papa yg bernama Om Wawan sering datang ke rumah aku di sore hari, hanya sekedar ngobrol dan minum teh ama papa di kebun belakang rumahku. Konon, Om Wawan mempunyai sixth sense, bisa melihat dan melamar nasib, dan bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk2 halus. Kadang-kadang dia bawa anaknya atau istrinya juga, dan aku suka ikut nimbrung dgn mereka, topik apa aja mereka juga bahas. Om Wawan yg berkacamata tebal sudah lumayan tua, sekitar umur 65 thn, dan badannya agak gemuk dgn perut yg buncit dan napas yg bau. Tipe-tipe badan orang tua yang tidak fit lagi. Keriput di muka dan tangannya sudah terlihat jelas.


Om Wawan suka ngelirik aku, curi-curi pandang mukaku lalu badanku. Aku risih sekali apalagi yg ngelirik adalah temen papaku sendiri yg sudah tua.

Aku hanya suka membalas Om Wawan dgn senyuman, dan berkata ,”Om, jgn lihatin Nini sampe gt dong, kan malu.”

Om Wawan suka tersenyum mesum, “Habis Nini manis dan cakep sih, cowok yg mana gak suka liatin Nini.” Dan aku jadi tersipu malu.

Suatu Sabtu sore hari, seperti biasanya, Om Wawan datang ke rumah aku utk ngobrol ama papa, tp wkt itu papa dan mama sedang keluar, jadi aku yg ngobrol ama Om Wawan.

Tiba-tiba Om Wawan tanya aku, “Nini gak perawan lagi ya?”

Trus aku kaget dan diam aja, lalu Om Wawan bilang ,”Gak apa apa kok, jujur aja, Om janji gak kasih tau papa mama deh.”

Aku diem aja dan merasa takut kalau Om Wawan bisa membaca pikiran aku.

“Om sudah tau kok dari dulu, makhluk halus yg Om pelihara kasih tau ke Om, katanya kamu sudah gak perawan. Sudah banyak yg tidurin kamu. Dan ada penyakit di badan kamu.”

Aku jadi kaget ketakutan krn dikasih tau ada penyakit di dlm badanku, “Penyakit apa Om? Parah gak? Bisa disembuhin gak?”, tanyaku bertubi-tubi.

“Yah, mayan parah lah”

Aku hanya diem membisu karena sudah ketakutan.

“Tp Nini gak usah takut, Om bisa sembuhin kok.”

Aku agak lega ,”Oh ya? Gimana?”

“Nini harus ikut instruksi Om tanpa bantah, bisa gak?”

“Ok, Nini akan ikut semua instruksi dari Om.”

“Nah, sekarang ambil segelas air putih buat Om.”

Perasaanku bercampur antara takut dan nervous, pergi ke dapur utk ambil segelas air.

“Nih airnya Om”

“Ok, Nini minum airnya dikit.”

Aku merasa aneh tapi hanya turut aja disuruh minum lalu Om Wawan minum air yg baru aku minum.

“Ini Om lagi mencoba membersihkan penyakit di dalam tubuh kamu. Sekarang julurkan lidah kamu. Om mau liat.”

Aku menjulurkan lidahku, lalu Om Wawan menyedot dgn kuat lidahku. Ada sensasi aneh di dlm tubuhku. Lalu Om Wawan memasukkan tangannya di dlm celana dalamku, aku kaget!

Jangan takut, Nini. Om mau tau separah apa penyakit yg dijangkitin Nini. Ada makhluk halus di dalam tubuh Nini yg suka mengganggu kesehatan Nini.”

Aku ketakutan dikasih tau ada makhluk halus di dalam tubuhku, jadi aku diem saja Om Wawan menyentuh vaginaku. Aku merasa enak Om Wawan menyentuh vaginaku, dan aku merasa vaginaku dah basah, Om Wawan mengeluarin tangannya dan menjilat jarinya yg basah, “Nini dah basah ya?”

Trus aku diem saja, lalu Om Wawan menaikin kausku, dan mengeluarkan pentilku dari BH, lalu dia mengemut pentilku dgn kuat, aku merasa enak dan tanpa sadar aku sudah mendesah keenakan.

“Ke kamar Nini yuk, biar Om lebih leluasa mengobati Nini.”

Aku nurut saja ama kata2 Om Wawan

Begitu di kamarku, Om Wawan melepaskan celananya ,”Nini, kulumin ****** Om!”

Aku enggan mengulumin kontolnya karena keliatan bau n kotor kontolnya.

“Katanya mau diobatin penyakitnya? Kulum ****** Om buat ngusir makhluk halus di dlm tubuh Nini.”

Aku jadi nurut karena aku mau diobatin. Aku mengulum ****** Om yg lagi lemas ketiduran, aku mengemut ****** Om sampe mengeras dan Om Wawan mendesah keenakan ,”lbh cepat kulumnya… ashh ahhh… ngemut2 ****** Om lbh keras dan lebih cepat.”

Aku ikut instruksinya dan menahan napas dr bau ****** Om. Om mendesah keenakan terus, lalu Om Wawan menyuruh aku telanjang, karena ini adalah upacara utk mengusir makhluk halus.

Om merebahkan aku di atas ranjang lalu dia menciumin aku, dia melumat bibirku dengan ganas, menciumin seluruh mukaku, melumat pentil aku kuat lalu menjilati vaginaku ,”aashhhh… enak Om…. ah ahh ashh hmm… Om, aku ga tahan lagi Om, ahhhh ashhhhhhhhhh…. masukin ****** Om dong….”

Tapi Om Wawan sengaja ga mo masukin kontolnya, dia masih bermain2 dgn vaginaku dgn lidah dan jarinya… sampe aku memohon mohon, “Om, cepet dong… masukin ****** Om ke dalam memekku, aku dah ga tahan lagi… ahh ahhhh… tolong Om… cepet masukin”

Lalu Om Wawan memasukin kontolnya di dalam vaginaku, “Oh… asiknya Om… ah ahahhh ashhhh”

Om Wawan mengenjot pelan pelan, “Om, ahh ahh…. cepet dong ngenjotnya… ahhh ashhh ahhhhahhhh… lbh kuat dong…”

“Wah, Nini binal sekali… Om baru tau…” Lalu dia mengenjot lbh cepat n kuat sambil melumat bibirku dan memeras tetekku kuat kuat.


“Om lbh kuat meremas tetekku ahhhh ahhh”

Kita ganti posisi ke doggy style dan aku on top…. Om Wawan sangat lihai dlm permainan ini… dia membuat aku lupa diri dan merasa high sekali… kita berdua meraung raung keenakan di dlm kamar… ahhh aaaaaaaaaahhhhhsssssahhhhhhhhh ihhhhhhh assshhhhh uhhhhhhhhahhhhha…..

“Nini, Om sudah mau keluar…. Om crut di dlm memek Nini yah” “Iya, Om… boleh ahh ahhhh cepet, ahhh Nini juga udah mau keluar ahh ahhhh” Om Wawan mengenjot lebih cepet dan kuat, ahhh ahhhh tiba2 tubuhnya megenjang, tandanya dia sudah keluarin spermanya di dalam vaginaku… lalu Om Wawan mengeluarin kontolnya dan meletakan di dalam mulutku, aku mengulum kontolnya dgn asik dan Om Wawan mengerang dgn asik dan bergetar-getar keenakan. Lalu kita berbaring sejenak sambil berciuman.
Besok-besok Om mau ngentotin Nini lagi utk bersihin tubuh Nini dari makhluk halus.